Minggu, 28 Desember 2008

Inisiatif Heart of Borneo meliputi kawasan hutan lindung seluas 200,000 km persegi. Namun bukan hanya jantung, tapi paru-paru, ginjal dan berbagai bag

Inisiatif Heart of Borneo yang disebut juga HOB meliputi sepertiga luas Kalimantan. Sekitar 57 % persen kawasan hutan yang dilindungi itu berada Kalimantan Barat, sedangkan 42% di Malaysia dan sekitar setengah% di Brunei Darussalam.
Selain masalah penyalahgunaan, juga kerugian yang bisa dialami masyarakat adat setempat sering mengemuka ketika membicarakan perlindungan hutan. Contohnya, apabila masyarakat adat tak dapat lagi masuk ke kawasan yang dilindungi, seperti taman nasional. Padahal secara tradisional hutan itu merupakan ruang hidup dan tempat mereka mencari makan. Noor Hidayat, Direktur Kawasan Perlindungan dari Departemen Kehutanan RI menilai bahwa itu salah kaprah.
Masyarakat adat tetap bisa tinggal di kawasan hutan tradisional mereka. Demikian menurut Noor Hidayat: “Itu hanya salah persepsi. Karena seolah-olah, kalau itu sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi mereka tidak boleh lagi memanfaatkan. Ya, kami dari pemerintah, ya bolehlah itu manfaatkan, tapi dalam batas-batas tertentu. Jangan penebanganlah kalau di
kawasan konservasi. Kalau mau memanfaatkan, misalnya di situ ada tanaman obat-obatan, ya silahkan aja.“
Noor Hidayat menyebutkan kawasan Kayan Mentarang sebagai contoh. Menurut dia, pengaturan hutan lindung di sana mengikutsertakan masyarakat adat. Terkait dengan pemanfaatannya, Noor Hidayat menekankan kategori kawasan hutan.
Di Indonesia ada kategori hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Ia menjelaskan, kawasan hutan lindung secara khusus memproteksi mata air dan hulu sungai, hutan konservasi secara khusus melindungi pohon-pohon, sedangkan hutan produksi tetap dikelola, tetapi secara aman dan berkelanjutan. Menurut dia misalnya, meski pengusaha kayu dilarang berkiprah di kawasan konservasi, eko-wisata bisa dikembangkan. Bahkan asal mendapatkan ijin, perusahaan air minum PDAM, yang kini juga bisa bekerjasama dengan perusahaan asing, bisa memanfaatkan air di hulu sungai.
Meski Heart of Borneo atau Jantung Borneo itu merupakan kerjasama tiga negara, pengaturan dan pengawasan kawasannya akan tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Yang selama ini disepakati lebih bersifat prosedural, penetapan batas, dan pertukaran informasi sebagai bentuk pengawasan.
„Ijinnya, kontrolnya itu dari masing-masing negara. Masing-masing negara punya tanggung jawab, tapi kan kita komit bagaimana mengelola semua ini. Misalnya janga sampai, kawasan kita itu, di situ hutan konservasi, mereka disebelahnya apa, istilahnya hutan produksi lah gitu. Ini jangan sampai terjadi, karena ini kann kawasan lindung atau kawasan konservasi“, begitu Noor Hidayat.
Tak banyak komentar disampaikan publik pada Konferensi PBB mengenai Keragaman Hayati di Bonn. Hanya satu orang mengingatkan bahwa bukan hanya jantung, tapi paru-paru, ginjal dan berbagai bagian tubuh Borneo lainnya juga perlu dilindungi. Sedangkan, Kathy McKinnon wakil Bank Dunia yang hadir mengatakan lembaganya siap bekerjasama lebih jauh dalam proyek ini. Matthias Reiche dari Kementrian Kerjasama Internasional Jerman, BMZ, yang mengimbau dukungan pihak-pihak lain. Menurut dia, selain Bank Dunia, Badan Kerjasama Internasional Agrikultur Australia, juga BMZ, mendukung proyek ini.

Tidak ada komentar: