Sebuah aspek kunci masyarakat Dayak terdapat dalam pola-pola tempat tinggal mereka yang khas. Yaitu berupa bangunan rumah-rumah panjang yang merupakan sebuah indikasi cara hidup Suku Dayak, lokasi rumah panjang terdapat di sepanjang bantaran sungai, dimana sungai merupakan penghubung transportasi yang utama. Rumah panjang (mulai dipandang sebagai kunci untuk memahami aspek-aspek penting dalam masyarakat Dayak melalui studi arsitekturnya, hubungan-hubungan kekerabatannya dan hubungan-hubungan sosialnya.
Rumah panjang juga merupakan tempat penting bagi aktivitas keagamaan. Pada Suku Kenyah rumah panjang merupakan kelompok
kekerabatan dan unit upacara keagamaan yang umum, misalnya upacara mamat diadakan dari, untuk dan oleh komunitas rumah panjang. menggambarkan sebuah rumah panjang suku dayak yang berhiaskan sejumlah tengkorak kepala di berandanya, setiap bagian di rumah panjang suku Dayak memiliki arti penting dalam hubungannya dengan sistem-sistem kepercayaan, sebelum mereka menanjaki pintu masuk mereka harus mengikuti sejumlah kebiasaan tertentu dan mempercayai banyak ramalan dan petanda. Suku Dayak diperkirakan mulai datang ke pulau Kalimantan pada tahun 3000-1500 sebelum Masehi. Mereka adalah kelompok-kelompok yang bermigrasi dari daerah Yunnan, Cina Selatan. Kelompok ini disebut Proto-Melayu. Dari daratan Asia kelompok-kelompok kecil tersebut mengembara melalui Indocina ke Semenanjung Malaya, berlanjut ke pulau-pulau di Indonesia, termasuk Kalimantan. Beberapa kelompok lain diperkirakan ada yang melalui Hainan, Taiwan dan Filipina. Beberapa kelompok, terutama yang kemudian menetap di bagian selatan Kalimantan, kemungkinan besar untuk beberapa waktu singgah di Sumatera dan Jawa Dayak memiliki sekitar 450 sub suku yang tersebar di seluruh Kalimantan (Ukur, 1992).
Terdapat banyak versi tentang kelompok-kelompok suku tersebut. Riwut (1958) menyatakan bahwa orang dayak terdiri dari dua belas suku, dan setiap sukunya terdiri dari tujuh sub suku. Kenedy (1974) membagi dayak menjadi enam kelompok : Kenyah-Kayan-Bahau, Ngaju, Dayak Darat, Kelemetan-Murut, Iban dan Punan. Lahajir et al (1993) yakin pada mulanya semua sub suku tersebut adalah bagian dari kelompok yang sama, tetapi karena proses geografi dan demografi yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun, kelompok ini menjadi terpecah-pecah.
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub suku. Meskipun terbagi dalam ratusan sub suku, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang , hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari.
Masyarakat suku Dayak Kenyah pada umumnya bertempat tinggal pada rumah-rumah panjang yang sering disebut lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang. Lamin berbentuk rumah panggung dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.
Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga. Anak laki-laki yang lebih tua dan para bujangan tidur di ruang-ruang cadangan beranda, sedangkan anak-anak gadis yang tidak menikah serta budak-budak perempuan tidur di ruang keluarga masing-masing. Lumbung-lumbung beras yang letaknya terpisah yang dibangun di atas tiang-tiang pancang berada di dekat rumah. Pintu-pintu rumah dari ‘kelompok pemilik rumah’ yaitu kepala suu dan kerabat-kerabat terdekatnya berada di bagian tengah bangunan dan merupakan titik pusat aktivitas sosial dan keagamaan.
Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.
Selain itu membangun rumah panjang lebih ekonomis karena hanya membutuhkan lebih sedikit kayu yang digergaji di hutan. Disamping itu apabila terjadi perselisihan, tinggal di rumah panjang memungkinkan orang untuk mendapatkan penengah karena beberapa tetua dan pihak yang bersengketa akan menyelesaikan konfik-konflik tersebut bersama-sama secara kekeluargaan.
Rumah panjang suku Kenyah dilukiskan sebagai rumah dengan gaya yang sedikit berbeda karena hanya memiliki satu beranda tertutup. Meskipun hanya sedikit rumah panjang yang berukuran besar, yang terdiri atas enam puluh lima bagian, umumnya rumah panjang Kenyah memiliki sepuluh hingga lima belas lamin yang masing-masing mempunyai sebuah pintu yang terhubung ke beranda. Strukturnya secara keseluruhan berada sekitar empat hingga enam kaki di atas tanah, tetapi dahulu bahkan lebih tinggi lagi, demi melindungi para penghuninya dari serangan para pemburu kepala. Beranda suku Kenyah merupakan tempat umum di mana orang bekerja atau menyelenggarakan pertemuan-pertemuan resmi. Rata-rata rumah panjang suku dayak dibangun sekitar sepuluh kaki di atas tanah atau bahkan lebih tinggi lagi dan bagian bawahnya (kolong) dimanfaatkan untuk beternak ayam dan babi.
(dari berbagai sumber)
Rumah panjang juga merupakan tempat penting bagi aktivitas keagamaan. Pada Suku Kenyah rumah panjang merupakan kelompok
kekerabatan dan unit upacara keagamaan yang umum, misalnya upacara mamat diadakan dari, untuk dan oleh komunitas rumah panjang. menggambarkan sebuah rumah panjang suku dayak yang berhiaskan sejumlah tengkorak kepala di berandanya, setiap bagian di rumah panjang suku Dayak memiliki arti penting dalam hubungannya dengan sistem-sistem kepercayaan, sebelum mereka menanjaki pintu masuk mereka harus mengikuti sejumlah kebiasaan tertentu dan mempercayai banyak ramalan dan petanda. Suku Dayak diperkirakan mulai datang ke pulau Kalimantan pada tahun 3000-1500 sebelum Masehi. Mereka adalah kelompok-kelompok yang bermigrasi dari daerah Yunnan, Cina Selatan. Kelompok ini disebut Proto-Melayu. Dari daratan Asia kelompok-kelompok kecil tersebut mengembara melalui Indocina ke Semenanjung Malaya, berlanjut ke pulau-pulau di Indonesia, termasuk Kalimantan. Beberapa kelompok lain diperkirakan ada yang melalui Hainan, Taiwan dan Filipina. Beberapa kelompok, terutama yang kemudian menetap di bagian selatan Kalimantan, kemungkinan besar untuk beberapa waktu singgah di Sumatera dan Jawa Dayak memiliki sekitar 450 sub suku yang tersebar di seluruh Kalimantan (Ukur, 1992).
Terdapat banyak versi tentang kelompok-kelompok suku tersebut. Riwut (1958) menyatakan bahwa orang dayak terdiri dari dua belas suku, dan setiap sukunya terdiri dari tujuh sub suku. Kenedy (1974) membagi dayak menjadi enam kelompok : Kenyah-Kayan-Bahau, Ngaju, Dayak Darat, Kelemetan-Murut, Iban dan Punan. Lahajir et al (1993) yakin pada mulanya semua sub suku tersebut adalah bagian dari kelompok yang sama, tetapi karena proses geografi dan demografi yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun, kelompok ini menjadi terpecah-pecah.
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub suku. Meskipun terbagi dalam ratusan sub suku, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang , hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari.
Masyarakat suku Dayak Kenyah pada umumnya bertempat tinggal pada rumah-rumah panjang yang sering disebut lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang. Lamin berbentuk rumah panggung dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.
Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga. Anak laki-laki yang lebih tua dan para bujangan tidur di ruang-ruang cadangan beranda, sedangkan anak-anak gadis yang tidak menikah serta budak-budak perempuan tidur di ruang keluarga masing-masing. Lumbung-lumbung beras yang letaknya terpisah yang dibangun di atas tiang-tiang pancang berada di dekat rumah. Pintu-pintu rumah dari ‘kelompok pemilik rumah’ yaitu kepala suu dan kerabat-kerabat terdekatnya berada di bagian tengah bangunan dan merupakan titik pusat aktivitas sosial dan keagamaan.
Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.
Selain itu membangun rumah panjang lebih ekonomis karena hanya membutuhkan lebih sedikit kayu yang digergaji di hutan. Disamping itu apabila terjadi perselisihan, tinggal di rumah panjang memungkinkan orang untuk mendapatkan penengah karena beberapa tetua dan pihak yang bersengketa akan menyelesaikan konfik-konflik tersebut bersama-sama secara kekeluargaan.
Rumah panjang suku Kenyah dilukiskan sebagai rumah dengan gaya yang sedikit berbeda karena hanya memiliki satu beranda tertutup. Meskipun hanya sedikit rumah panjang yang berukuran besar, yang terdiri atas enam puluh lima bagian, umumnya rumah panjang Kenyah memiliki sepuluh hingga lima belas lamin yang masing-masing mempunyai sebuah pintu yang terhubung ke beranda. Strukturnya secara keseluruhan berada sekitar empat hingga enam kaki di atas tanah, tetapi dahulu bahkan lebih tinggi lagi, demi melindungi para penghuninya dari serangan para pemburu kepala. Beranda suku Kenyah merupakan tempat umum di mana orang bekerja atau menyelenggarakan pertemuan-pertemuan resmi. Rata-rata rumah panjang suku dayak dibangun sekitar sepuluh kaki di atas tanah atau bahkan lebih tinggi lagi dan bagian bawahnya (kolong) dimanfaatkan untuk beternak ayam dan babi.
(dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar