Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden SBY mengeluarkan Peraturan
Presiden No.3 Tahun 2012 tentang Tataruang Pulau Kalimantan, dimana di
dalamnya dinyatakan bahwa sedikitnya 45 persen dari luas Pulau
Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman
hayati. Selain itu, juga untuk kawasan berfungsi lindung, yang
bervegetasi hutan tropis basah, sehingga bisa berfungsi sebagai
paru-paru dunia. Jika terwujud akan sangat menopang komitmen SBY untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020.
Ini adalah suatu komitmen yang baik dan harus menjadi sebuah kenyataan, sehingga Greenpeace menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengkaji ulang izin-izin penebangan hutan Kalimantan yang telah diberikan pemerintah selama ini.
Mengapa kaji ulang izin ini harus dilakukan?
Greenpeace melakukan analisa menggunakan data dari Badan Planologi Departemen Kehutanan serta peta-peta terkait dengan tutupan hutan dan konsesi-konsesi yang ada di Kalimantan, dan kami menemukan bahwa banyak sekali konsesi-konsesi yang tumpang tindih atau berada di wilayah-wilayah berhutan dan di daerah lahan gambut. Ini artinya, wilayah-wilayah yang masih berhutan tersebut suatu hari nanti akan ditebang habis dan akan digantikan oleh perkebunan monokultur (satu jenis) seperti sawit dan akasia, ataupun akan digantikan dengan lubang-lubang galian tambang batubara. Bukan saja ini akan menghilangkan kayu-kayu alam yang sangat berharga, namun juga seluruh keanekaragaman hayati yang ada di wilayah tersebut akan hilang. Belum lagi hilangnya habitat satwa langka, serta sumber penghidupan masyarakat yang bergantung pada hasil hutan non-kayu.
Ini adalah suatu komitmen yang baik dan harus menjadi sebuah kenyataan, sehingga Greenpeace menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengkaji ulang izin-izin penebangan hutan Kalimantan yang telah diberikan pemerintah selama ini.
Mengapa kaji ulang izin ini harus dilakukan?
Greenpeace melakukan analisa menggunakan data dari Badan Planologi Departemen Kehutanan serta peta-peta terkait dengan tutupan hutan dan konsesi-konsesi yang ada di Kalimantan, dan kami menemukan bahwa banyak sekali konsesi-konsesi yang tumpang tindih atau berada di wilayah-wilayah berhutan dan di daerah lahan gambut. Ini artinya, wilayah-wilayah yang masih berhutan tersebut suatu hari nanti akan ditebang habis dan akan digantikan oleh perkebunan monokultur (satu jenis) seperti sawit dan akasia, ataupun akan digantikan dengan lubang-lubang galian tambang batubara. Bukan saja ini akan menghilangkan kayu-kayu alam yang sangat berharga, namun juga seluruh keanekaragaman hayati yang ada di wilayah tersebut akan hilang. Belum lagi hilangnya habitat satwa langka, serta sumber penghidupan masyarakat yang bergantung pada hasil hutan non-kayu.
Sebuah komitmen politik Presiden SBY saja tidaklah cukup. Komitmen
tentunya harus menjadikan kenyataan di lapangan. Kaji ulang atau
evaluasi seluruh perijinan dan konsesi penebangan hutan di Kalimantan
adalah prasyarat dasar agar komitmen politik tersebut dapat benar-benar
direalisasikan. Tanpa adanya peninjauan kembali (evaluasi) mustahil
komitmen ini bisa menjadi kenyataan.
Perpres No. 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan dalam pasal 15 menyebutkan bahwa “Pelaksanaan kebijakan dan stategi penataan ruang pulau Kalimantan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis terhadap penyusunan dan evaluasi kebijakan.” Ini artinya kebijakan ini harus disertai dengan alat pengontrol yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Sebagaimana kita tau bahwa sampai sekarang peraturan pelaksana PP KLHS ini belum diterbitkan oleh pemerintah.
Apakah tujuan melindungi 45% luas hutan Kalimantan sebagai paru-paru duni dapat terpenuhi?
Perpres No. 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan dalam pasal 15 menyebutkan bahwa “Pelaksanaan kebijakan dan stategi penataan ruang pulau Kalimantan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis terhadap penyusunan dan evaluasi kebijakan.” Ini artinya kebijakan ini harus disertai dengan alat pengontrol yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Sebagaimana kita tau bahwa sampai sekarang peraturan pelaksana PP KLHS ini belum diterbitkan oleh pemerintah.
Apakah tujuan melindungi 45% luas hutan Kalimantan sebagai paru-paru duni dapat terpenuhi?
Luas pulau Kalimantan adalah 53.7 juta Ha. Sedangkan luas tutupan
hutan Kalimantan di tahun 2009 mencapai 52% dari total luas Pulau
Kalimantan atau seluas 28 juta Ha.
Dan sebaran konsesi HPH, HTI, perkebunan sawit dan tambang batubara di Kalimantan seluas 34,5 Juta Ha.
Namun, analisis terhadap konsesi-konsesi HPH, HTI, perkebunan sawit dan batubara yang tumpang tindih dengan wilayah berhutan dan lahan gambut menunjukkan angka sebesar 16,6 juta Ha.
Peta lebih besar disini
Hasil analisis peta seluruh konsesi di Kalimantan tumpang tindih peta Kawasan Konservasi & Lindung, Hutan Primer, Hutan sekunder dan Lahan Gambut dengan 4 jenis kawasan konsesi dapat dijadikan acuan/ langkah awal identifikasi wilayah konsesi yang harus direview.
Greenpeace menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk segera
mengimplementasikan perlindungan penuh terhadap hutan alam dan lahan
gambut Indonesia. Kepada kementrian terkait Greenpeace menyerukan
pembuatan kebijakan sektoral guna mendukung kebijakan perlindungan
hutan, dan kepada pemerintah daerah untuk patuh pada komitmen politik
yang bagus ini. Kalangan industri juga harus menghentikan perilaku
merusak yang hanya memikirkan keuntungan jangka pendek, dan beralih
kepada perilaku yang lebih ramah lingkungan, bertanggung jawab dan
memperhatikan hak-hak masyarakat lokal dan adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar